ADA IDE???

Posting Komentar

Setelah sekitar 1,5 bulan ikut di kelas “kupu-kupu” alias kelas batitanya Annur...kemajuan yang tampak lumayan juga. Yang pasti kemandirian bocah imut ini bertambah, misalnya pengennya melakukan sesuatu sendiri, misalnya minum, makan, bahkan terkadang mencoba memakai kaos kaki sendiri. Tapi ga enaknya sih, sejak masuk sekolah...raka jadi sering flu (ini termasuk salah satu resiko nitipin anak di tempat umum, anak2 klo flu pasti gantian...satu sembuh, satunya lagi sakit, padahal flu cepat bgt menular). Tapi yang paling ibu senang...ibu ngerasa “sejuk” aja klo udah masuk lingkungan sekolah Raka (satu kompleks ma masjid, pesantren, guru2 berjilbab lebar dengan panggilan ustadzah. Rasanya secara psikologis Raka lebih terdidik di tempat ini daripada di rumah bareng mbak pengasuh.


Nah, ini masalahnya.... beberapa hari yang lalu mbak yang sehari2 ngasuh Raka pamitan sama kami, katanya lebaran nanti mo mudik dan nggak lagi balik ke Jogja. Maklum, sudah usia nikah, kemungkinan disuruh merid ma ortunya di Magetan. Ya sudahlah... harus diikhlaskan. Masalah yang kemudian muncul adalah, lalu siapa yang momong Raka kalau ditinggal ayah ma ibunya kerja?? Sebetulnya ada beberapa pilihan untuk mengatasi masalah ini:


Pertama, mencari pengasuh baru. Ayah sepakat dengan usul ini, tapi ibu keberatan. Mencari pengasuh bukan hal mudah, apalagi sekarang raka lagi dalam tahap usia emasnya. Ibu takut, pergantian pengasuh akan mempengaruhi kondisi psikologis Raka. Kecuali dalam satu bulan terakhir kami menemukan orang yang benar2 bisa dipercaya.


Kedua, Raka dititipkan di Annur 6x dalam seminggu. Kalau ditanya, mungkin Raka tak keberatan, toh ia kini sudah tak lagi menangis dan sudah bisa beradaptasi dengan teman2 di sekolahnya. Ibu tidak masalah. Masalahnya, Raka mau “ditaruh” dimana kala kelas sudah usai?? Meski menerapkan sistem full day, tapi rata2 jam 3 sore raka harus di jemput. Bagaimana kalo ayahnya Raka mesti lembur (kalau sudah awal tahun anggaran atau disibukkan dengan berbagai laporan keuangan, ayah pulang kala anak-istrinya sudah tidur), sementara ibu rata2 nyampe rumah jam 5 sore lebih??


Ketiga, pindah rumah/nyari kontrakan yang dekat rumahnya simbah Raka di bantul. Opsi ini menarik dan banyak disarankan beberapa teman ibu, tapi sepertinya tidak mungkin terjalani..... Kenangan ayah akan jerih payahnya kala membangun rumah di Sleman sudah mendarah daging. Ibu hanya bisa maklum.


Keempat, setiap hari Raka ikut berangkat kerja ibu, lantas dititipkan di rumah simbah Bantul. Logis, tapi kasihan Raka. Jarak yang harus ditempuh lumayan jauh, dengan motor pula.


Kelima, Ibu dan Raka “nebeng” dirumah simbah bantul. Seminggu sekali mudik. Ayah jagain rumah di Sleman. Dengan opsi ini, raka mungkin dalam posisi aman...dijagain sama mbah yang begitu menyayanginya. Tapi bagaimana dengan sekolahnya di Annur? Rakapun akan kehilangan figur seorang ayah. Ibu?? Capek..karena di rumah simbah gak da mesin cuci..... he...he


Ke enam, ibu resign dari pekerjaan. Tugas baru ibu adalah menjaga dan mendidik Raka di rumah. Jadi ingat kata seorang sahabat beberapa tahun lalu “perempuan itu, kalau sudah punya anak...masa depannya pindah ke anaknya”. Benar juga sih... Anak kan investasi jangka panjang...
Sulis
Hai, saya Sulis! Seorang ibu dari raka-alya, pernah menjadi jurnalis di sebuah tv lokal di Jogja, bisa dihubungi di raka.adhi(at) gmail.com, sulistiyowatitri98(at) yahoo.co.id, atau t.sulistiyowati80(at)gmail.com

Related Posts

Posting Komentar