Istri yang Baik, Seperti Apa?

5 komentar
 
 .                              
Beberapa hari yang lalu, seorang sahabat perempuan saya bercerita bahwa ia sedang berada dalam kegalauan yang luar biasa. Apa yang terjadi? Rupanya sang mantan, belahan jiwa14 tahun silam, kembali hadir dalam kehidupannya. Tak hanya rajin menyapa melalui situs jejaring sosial, the ex-man nya itu bahkan sampai "mengejar" sahabat saya saat ia tengah menjemput sang buah hati di sekolah. 
Melihat gencarnya upaya sang mantan untuk (kembali) menaklukkan pujaan hati, jelas saja sahabat saya diliputi rasa bimbang. Kenangan indah bersama sang mantan kekasih, atau cinta dan kebaikan sang suami yang telah menemani hampir selama 8 tahun? Yang pasti, ada perasaan bersalah dalam posisinya sebagai istri, dan kini permasalahan itu ia rasakan sebagai beban berat yang harus ia curahkan. Bahkan sebuah pertanyaan pun terlontar dari mulutnya, "sudah gagalkah aku menjadi istri yang baik untuk suamiku....?"
 *** 
Menikah secara mudah bisa kita definisikan sebagai sebuah komitmen dihadapan Tuhan yang dibuat secara sadar, serius, sangat serius bahkan, antara seorang perempuan dan laki-laki untuk membentuk dan menjalankan sebuah biduk rumah tangga. Seiring adanya komitmen tersebut lahir pulalah hal-hal baru yang melingkupi kedua mempelai; status baru (suami dan istri), kesepakatan dan kompromi-kompromi baru, dan tak ketinggalan hak dan kewajiban yang baru untuk mereka. Hal yang wajar kalau kemudian sang suami berusaha menjadi suami terbaik bagi istrinya, begitupula sang istri; menjadi yang terbaik untuk suaminya. 
Seiring berjalannya waktu, adakalanya komitmen, kompromi, dan kesepakatan-kesepakan tadi harus tergoncang atau bahkan terkoyak oleh hal-hal yang tak bisa kita hindarkan. Seperti kisah sahabat saya tadi misalnya. Tanpa sedikitpun maksud untuk menggurui, saya meminta sahabat saya untuk tegas bersikap dan bertindak. Anggap saja pertemuannya dengan si "masa lalu" adalah ujian untuk mata kuliah KESETIAAN DAN KESADARAN PADA KOMITMEN. Saya yakin sepenuhnya, dengan kedewasaan sikap, salah satu mata kuliah dalam kehidupan perkawinan tersebut akan bisa terlampaui dengan baik. 
Lalu, seperti apakah istri yang baik itu? Memang tak mudah untuk memberikan gambaran pasti, misalnya saja seperti ini: Menjadi full time mother bagi anak-anak dan menjadi istri siaga bagi suami adalah pilihan baik. Tapi bukan berarti menjatuhkan pilihan pada selain full time mother adalah pilihan yang salah. Baik menurut saya mahaluas dan relatif. Kadar baik, tentu saja berbeda antar orang perorang. Menjadi istri yang baik, adalah ketika kita bisa menempatkan segala sesuatunya dengan pas atau tepat. Menjadi baik adalah ketika kita bisa menjaga keseimbangan sehingga langkah kita tidak timpang. Istri yang baik adalah ketika orang-orang yang ada di samping kita merasa nyaman dengan keberadaan kita. Semoga kita menjadi salah satu diantaranya.
  Tulisan ini di ikutkan giveaway Istri yang Baik

Sulis
Hai, saya Sulis! Seorang ibu dari raka-alya, pernah menjadi jurnalis di sebuah tv lokal di Jogja, bisa dihubungi di raka.adhi(at) gmail.com, sulistiyowatitri98(at) yahoo.co.id, atau t.sulistiyowati80(at)gmail.com

Related Posts

5 komentar

  1. betul. setiap pernikahan membutuhkn komitmen ya bun. yg sudah berlalu ya ga perlu diberi kesempatan utk hadir lagi.

    BalasHapus
  2. Iya mbak. Membiarkan masa mengobati luka lama.... Cie :-)

    BalasHapus
  3. Terima kash sudah ikutan GA kami. Semoga bersabar menunggu pengumumannya :)

    BalasHapus
  4. Terima kasih sudah ikutan GA kami :)

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Posting Komentar