Percaya! Dengan Membaca Kita Jadi Bisa

2 komentar
Membaca, sejak kecil saya menyukainya. "Oh, kamu sudah bisa membaca ya?", saya ingat komentar ibu saya dulu ketika dengan spontan saya membaca merk tas kecil yang barusan dibelikan ibu. Umur berapa waktu itu, saya lupa. Yang pasti, begitu mengenal Budi, Wati, Iwan, beserta ibu dan bapaknya melalui buku paket SD terbitan Balai Pustaka, saya betah sekali belajar Bahasa Indonesia. INI IBU BUDI. INI BAPAK BUDI. IBU MEMASAK DI DAPUR. BAPAK BERANGKAT KE KANTOR. WATI MENYAPU HALAMAN. Ada yang ingat potongan-potongan kalimat di depan? Yups, inilah cikal-bakal ketrampilan membaca para murid SD di era 80-an. Nggak tau juga..untuk semua SD, atau hanya di sekolah di pelosok desa seperti tempat saya. Yang jelas, itulah buku pertama saya, yang sering saya baca keras-keras sepulang sekolah, sambil duduk di depan pintu rumah. Hi..hi, geli sendiri kalau mengingatnya.

Tidak seperti anak jaman sekarang, di jaman saya dulu jarang sekali orang tua memfasilitasi anak dengan "buku pendamping" atau bahan bacaan. Definisi buku kala itu ya cuma 3, buku tulis, buku gambar, dan buku pelajaran. Itu yang saya alami, mungkin berbeda bagi mereka yang terlahir dari keluarga kategori berada. 

"Ini apa Bu?" tanya saya ketika menemukan sepotong kertas, bergambar bagus, dan berwarna menarik bertuliskan BOBO. Sebuah sampul majalah anak-anak. Kala itu ia hanyalah secuil kertas yang difungsikan sebagai pembungkus makanan yang ibu beli di warung. "Kamu mau?", tanya Ibu dan saya pun mengangguk. Kalau tidak salah waktu itu saya kelas dua atau tiga sekolah dasar. Hingga suatu hari, di luar kebiasaan (biasanya sepulang dari pasar ibu membelikan dawet atau jajan pasar yang lain) ibu membelikan oleh-oleh berupa 2 buah majalah BOBO bekas pakai. Harganya kala itu, kata ibu seratus rupiah pereksemplar, sementara untuk harga barunya sekitar 600 rupiah kalau tidak salah. Tidak terbayangkan, betapa senangnya saya..!
Majalah jadul, awal ketertarikan untuk membaca


Dari situlah, saya mulai berkenalan dengan Bobo dan keluarganya, Juwita dan si Sirik, serial bersambung Paman Janggut, Oki dan Nirmala, Bona dan Rong-rong serta kisah Jenaka Paman Kikuk, Husin, dan Asta. Semenjak hari itu, begitu ibu ke pasar...oleh-oleh yang saya nantikan bukan lagi makanan atau minuman, melainkan majalah anak-anak (bekas). Beberapa majalah anak-anak yang sering dibelikan ibu untuk saya antara lain, BOBO, Ananda, Gatotkaca (majalah anak-anak terbitan Jogja, satu grup Kedaulatan Rakyat, sekarang sudah tidak terbit), dan juga KUNCUNG (kalau tidak salah ini adalah majalah terbitan Jawa Timur). 


Lalu apa yang saya dapatkan kala itu dengan membaca? Saya merasa dunia saya lebih luas dibandingkan dengan teman-teman sepermainan. Penguasaan vocabulary saya lebih lengkap. Saya ingat, ketika dalam sebuah ulangan ada sebuah soal seperti ini..."kata lain dari diskon atau potongan harga adalah....." dengan mantap saya menuliskan kata RABAT di kertas ulangan. Saya tahu karena pernah menemukan istilah itu pada majalah yang saya baca. Pernah saya mendapat pujian dari wali kelas ketika kelas 5 SD, waktu itu pelajaran membuat kalimat...kata beliau "Kalimat yang kamu buat bagus"... Siapa yang tidak bangga coba? :-) 


Memasuki remaja, genre bahan bacaan saya berubah. Dari yang awalnya kisah-kisah dongeng imaginatif ala Cinderella, Timun emas ataupun kisah-kisah putri dan pangeran dari Antah Brantah beralih ke kisah-kisah petualangan berbentuk novel. Bacaan favorit saya kala itu kisah Lima Sekawan dan juga Trio Detektif. Oh, ya...adakalanya juga saya membaca novel Wiro Sableng, dan juga novel-novel romantis karya Mira W. Untuk majalah, bacaan favorit saya kala remaja jatuh pada majalah Aneka dan juga Anita Cemerlang. Penuh dengan cerita pendek. Itu yang membuat saya suka. Lalu dari mana saya dapatkan berbagai bahan bacaan tersebut? Membaca atau meminjamnya di perpustakaan sekolah! Murah dan mudah.. 


"Sepertinya enak, kalau banyak buku terkumpul, mau mbaca tinggal pilih..." Ide sederhana itu pernah saya realisasikan bersama teman-teman kampung, diakhir tahun 90-an. Bersama dengan rekan-rekan remaja masjid, kami pernah meminta bantuan kepada warga sekitar berupa buku baru ataupun bekas. Memanfaatkan sebuah ruangan di masjid, sebuah perpustakaan sederhana pun berdiri. Kami berharap, setelah membaca Iqra selepas sholat Maghrib, anak-anak bisa membaca majalah ataupun membaca buku pelajaran yang ada. Awalnya perpustakaan yang kami kelola ramai-lancar, tapi lambat laun meredup karena koleksi buku yang makin lama makin menipis (rusak, ataupun dipinjam tapi tidak pulang alias hilang). Kesibukan para pengelolanya juga membuat perpustakaan masjid ini menjadi terabaikan, nyaris terlupakan. 

Sebuah niatan untuk menumbuhkan dan memfasilitasi minat baca masyarakat desa, pernah saya jalankan bersama teman-teman KKN di sebuah desa di Kecamatan Gantiwarno Klaten, ditahun 2001. Waktu itu, beberapa proposal untuk mendapatkan bantuan buku kami ajukan ke beberapa toko buku dan juga satu penerbit di Jogja. Hasilnya, puluhan buku terkumpul, dan lagi-lagi kami memilih masjid untuk meletakkannya. Alasannya? Di daerah pedesaan, masjid adalah fasilitas umum yang paling sering di kunjungi masyarakat. Bagaimana nasib buku-buku dan perpustakaan masjid itu kini? Entahlah.... begitu program KKN usai dan mahasiswa ditarik (kembali) ke kampus, kami belum pernah menengok perpustakaan masjid yang kami rintis. Sayang ya... 

Bersyukur, begitu menyelesaikan kuliah, dunia kerja yang saya masuki selalu berhubungan dengan aktivitas membaca dan menulis. Yup, media massa, sebuah area kerja yang lama saya idamkan untuk bisa berkecimpung di dalamnya. Pada level inilah saya bisa benar-benar memuaskan diri untuk membaca dan terus membaca. Tak hanya banyak bahan bacaan yang tersedia di depan mata, ketertarikan saya pada dunia kepenulisan juga tersalurkan, bisa pula dinikmati banyak orang. Saya yakin, ratusan naskah untuk tayangan feature ataupun dokumenter tak akan terlahir, seandainya saya dan teman-teman kala itu tak rajin membaca.
Beberapa buku yang saya tak bosan membacanya

Pergeseran demi pergeseran terus terjadi, seiring berjalannya waktu, bertambahnya usia. Juga ketika saya harus memilih meninggalkan media demi keluarga. Ternyata peranan sebagai ibu, membawa banyak sekali perubahan. Inilah waktu dimana seorang perempuan harus benar-benar belajar berbagi . Tiba saatnya ketika saya harus me-regenerasikan apa yang saya punya dan apa yang saya bisa untuk anak-anak. Apa yang saya lakukan untuk mereka? Menumbuhkan minat baca dan kecintaan mereka pada buku. Buku dan anak-anak, dalam satu hal mereka sama, INVESTASI. 


Untuk usaha tersebut, adakalanya saya mengadopsi cara-cara ibu. Sengaja saya belikan mereka majalah second atau majalah baru, tapi sudah lewat masa berlaku alias expired yang bisa saya dapatkan dengan mudah di kios-kios majalah atau buku area Taman Pintar Jogja. 

Dengan cara itu saya bisa mendapatkan lebih banyak bahan bacaan dengan harga yang jauh lebih murah. Toh anak-anak tidak begitu mengutamakan segi aktualitas berita, itu menurut saya. Kala anak-anak libur sekolah, saya berusaha mengakrabkan mereka dengan buku dan toko buku. Tidak perlu melulu membeli buku-buku mahal untuk anak-anak. Banyak sekali bacaan anak-anak berkualitas, dengan harga yang relatif terjangkau.
Bacaan anak-anak di rumah

Mengajak anak-anak untuk datang ke perpustakaan umum atau perpustakaan daerah, bisa juga menjadi pilihan. Meskipun untuk yang satu ini terus terang masih jarang saya lakukan. Biasanya waktu menjadi kendala, karena jam buka perpustakaan yang hanya di hari kerja, sementara pada jam-jam tersebut anak masih dibangku sekolah. Cara ini baru saya terapkan ketika libur panjang sekolah saja. 

Memiliki anak-anak dengan minat baca tinggi, itu keinginan saya saat ini. Saya percaya, dengan membaca, kelak mereka akan mampu menggenggam dunia. Rumah, yang dilengkapi perpustakaan keluarga, itu obsesi saya berikutnya. Indah sekali membayangkan mereka bisa bermain, sekaligus belajar untuk bekal kehidupan mereka kelak, aamin.



Artikel ini diikutsertakan dalam Giveaway Bingkisan Cinta Baca
Sulis
Hai, saya Sulis! Seorang ibu dari raka-alya, pernah menjadi jurnalis di sebuah tv lokal di Jogja, bisa dihubungi di raka.adhi(at) gmail.com, sulistiyowatitri98(at) yahoo.co.id, atau t.sulistiyowati80(at)gmail.com

Related Posts

2 komentar

  1. Terimakasih atas partisipasinya, telah dicatat sebagai peserta ;)

    BalasHapus
  2. Sama2.... Semoga apa yang saya tulis ada manfaatnya....

    BalasHapus

Posting Komentar