Sebuah Asa...

13 komentar
"Ah, dia kan cuma ibu rumah tangga". Pernah nggak mendengar nyiyiran serupa dari tetangga, teman, atau siapapun juga? Jujur...saya siap-siap pasang tanduk kalau ada yang meremehkan profesi ibu rumah tangga. Meskipun tampak luarnya tak seberapa tapi itung-itungan jam kerja, profesi ini menghendaki kita siap-sedia, 24 jam standby! Terlebih ibu rumah tangga dengan anak-anak yang masih bayi, batita atau balita.



Gambar dari infocewek.com

Sedikit flash back, Saat kita masih kecil, pernah ditanya tentang cita-cita? Seingat saya, diantara banyak teman perempuan kala SD-SMP-SMA-S1 ketika ditanya atau diminta menuliskan cita-cita mereka, tak satupun yang menjawab ingin dirumah saja atau menjadi ibu rumah tangga. Begitu pun saya. Selepas kuliah, target berikutnya tentu bekerja. Tak lama setelah wisuda, bersyukur, saya mendapatkan jenis pekerjaan yang saya idamkan. Bertemu dengan dunia baru, sahabat baru, membeli sesuatu dengan uang hasil gaji jerih payah sendiri, sungguh nikmat luar biasa!

Hingga kemudian saya menikah, punya anak, secara otomatis tanggung jawab saya bertambah. Kebebasan yang saya punya memang tak lagi seperti sedia kala. Anak yang sakit, rumah yang kurang terurus, sementara pekerjaan kantor yang kadang susah dikompromikan waktunya, melahirkan dilema yang berkepanjangan, hingga akhirnya saya memutuskan untuk berhenti di tengah jalan.

Saya setuju, ketika para feminis menyuarakan dan memperjuangkan hak dan kesempatan yang sama untuk laki-laki dan perempuan. Tapi saya sering berfikir pula, kodrat melahirkan dan menyusui itu benar-benar tak bisa diubah. Naluri keibuan, hubungan batin ibu-anak yang sepertinya lebih kuat daripada anak-bapak, memang tak bisa ditipu. Memang bisa diakali dengan pengganti susu formula, penggunaan Asisten RumahTangga...tapi lagi-lagi ketika ada yang tidak beres dengan ranah domestik dan anak-anak, perempuan lagi yang harus bertanggungjawab. Makanya, saya salut banget, mengacungkan 2 jempol sekaligus, saat melihat atau menemui seorang ibu --kalau single,atau masih sebatas istri sih masih wajar -- yang bisa seimbang menjalankan fungsi ganda mereka, berkiprah dan bergerak bebas didunia luar, sembari menjalankan peran mereka sebagai kepala rumah tangga dengan sukses dan beres, berdampingan dengan suami sebagai kepala keluarga.

Hingga sampai hari ini, saya jalani pengabdian sebagai seorang istri dan ibu, dengan kadar keikhlasan yang masih naik-turun. Suami saya dengan jam kantor yang seringkali lembur, sepertinya lebih nyaman ketika anak-anak yang masih kecil, tumbuh diawasi ibunya sendiri. "Kalau mau kerja lagi, boleh..tapi cari yang dekat...yang jam kerjanya pendek, sebisa mungkin nggak pake lembur. Meski tidak dinyatakan secara implisit, tapi seperti itulah kira-kira pesan suami ketika saya mulai mengeluh atau terlihat jenuh dengan status IRT. 

Kalau maunya seperti itu, kenapa saya tidak melakukan sesuatu yang berguna bagi dunia luar dari dalam rumah saja? Bukankah dengan begitu saya bisa sekalian merefresh otak dari rutinitas pekerjaan rumahan yang kadangkala membosankan? Yang paling penting, anak-anakpun masih tetap dalam kontrol dan pengawasan ibunya. Soal besar-kecilnya pendapatan, itu bisa dipikirkan belakangan. Yup, Itu yang akan saya lakukan! Sebisa dan semampu saya :-) Dengan begitu, 5 atau 10 tahun ke depan, ketika anak-anak sudah cukup mandiri, sang ibu pun bisa kembali berkarya untuk negeri ** hi...hi : - D

Next, yang saya butuhkan adalah panduan dan pegangan. Mental saya masih mental karyawan, mental buruh. Banyak yang harus saya pelajari lagi, dan buku "Asyiknya Bekerja dari Rumah" dari Stiletto Book sepertinya bisa diandalkan untuk membantu langkah saya ke depan. Saya membutuhkan buku ini, seperti halnya sebatang lilin, yang menjadi amat berarti ketika tiba-tiba lampu mati.


Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba menulis "Asyiknya Bekerja dari Rumah


Sulis
Hai, saya Sulis! Seorang ibu dari raka-alya, pernah menjadi jurnalis di sebuah tv lokal di Jogja, bisa dihubungi di raka.adhi(at) gmail.com, sulistiyowatitri98(at) yahoo.co.id, atau t.sulistiyowati80(at)gmail.com

Related Posts

13 komentar

  1. Setuju mak...kayaknya buku ini wajib dimiliki ibu rumah tangga agar kita siap menjadi wanita yang menghasilkan meski berangkat dari rumah...sukses ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yo i. Kita senasib kok ya... Makasih ya mak yuni...:-)

      Hapus
  2. Pekerjaan Ibu Rumah Tangga itu merupakan pekerjaan yang sangat tidak bisa diremehkan dan mulia mak, saya ga suka dengan mereka yang sering meremehkan status IRT. Lagian dengan panduan buku yang mak sebut di atas ibu-ibu bisa bekerja dari rumah. Saya cung jempol untuk IRT, semngat!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat mbak Zefi! Makasih tuk dukungannya... Eh, makasih ya sudah mampir. Kunjungan pertama kan? Salam kenal....

      Hapus
  3. Pernah ngalamin mak, dan sukses buat aku galau. Pengen bilang aku di rumah nulis, ngeblog, tapi waktu itu belum menunjukkan hasil secara materiil jadi ya udah diem aja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi sekarang dah sukses kan jadi bloggernya? Semoga aku bisa meniru jejakmu yaas...:-)

      Hapus
  4. Bener banget mak. Aku memang "pekerja di rumah" bersama suami, nikmat banget.... ga usah macet!

    BalasHapus
    Balasan
    1. He..he, males sama macet tho critanya... Di luar atau dirumah, yang penting otak bisa jalan, syukur2 menghadilkan kan?Makasih ya mbak sudah mampir..

      Hapus
  5. Bener banget mak. Aku memang "pekerja di rumah" bersama suami, nikmat banget.... ga usah macet!

    BalasHapus
  6. Menjadi IRT buat saya yg belum nikah itu luar biasa. Pengorbanannya 4 jempol pokoknya.
    Semoga sukses jadi IRT plus bisa bekerja di rumah ya Mak ^_^.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamin mbak vhoy...,woi jempol kakinya juga diacungkan tho... Ha..ha, makasih yaaa atas supportnya...

      Hapus
  7. aamiin. semoga terwujud ya cita2ny. saya juga jadi pengen punya bukunya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mak...makasih doanya...ntar siapa yang punya duluan, saling meminjamkan atau gmn..? :-) makasih sudah mampir

      Hapus

Posting Komentar