Semasa kecil, saya masih ingat ibu sering sekali ke pasar tradisional. Dulunya, ibu pengrajin emping melinjo. Sementara bapak bertani dan beternak ayam petelur. Semasa emping melinjo masih jaya, ibu menyetor emping buatannya pada pedagang besar di Pasar Beringharjo. Untuk menjual hasil pertanian dan telur, ibu cukup ke Pasar Kotagede.
foto: kapanlagi.com |
Saya kecil? Kadang ikut bapak ke sawah, melihat tanaman-tanaman kacang panjang atau mentimun. Namun sering pula dititipkan ke bude samping rumah yang punya anak sepantaran.
Saat ibu hanya sedikit membawa dagangan..sesekali saya diajak ke Pasar Kotagede. Hore!!! Senang pastinya...karena nanti saya akan dapat bonus seplastik karet gelang untuk main lompat tali, bola bekel untuk bekelan, satu pak jajanan merk gulai ayam yang nikmat, atau beberapa eksemplar majalah bobo bekas yang kami beli dari pedagang loak.
Beranjak besar, kecintaan saya ke pasar tradisional mulai luntur. Pada waktu SMU hingga akhirnya menikah dan pindah rumah, saat libur ibu sering meminta saya untuk mengantarnya ke pasar. Iya, saya mengantar, tapi hanya berhenti di area parkir, melihat ibu masuk dan menunggunya sampai keluar.
Pasca menikah, apalagi setelah memutuskan untuk di rumah, mau tak mau saya harus bersinggungan kembali dengan yang namanya pasar tradisional. Sebenarnya ada pedagang sayuran yang tiap hari lewat depan rumah, namun untuk beberapa kebutuhan seperti telur, beras, beberapa bumbu dapur, atau buah-buah segar, saya lebih senang membelinya di pasar tradisional. Lebih segar, lebih murah dibanding belanja di pasar modern. Secara frekuensi, memang tidak sering. Paling seminggu sekali atau dua kali. Karena Raka sekolah, Alya lah yang mbuntuti atau kadang minta gendong. Repot dan berat? Tapi mau bagaimana...anaknya nemplok terus dengan Ibunya.
***
Tempo hari sulung saya cerita..kalau besok (13/4) ia mesti membawa uang antara 5000 sampai 20.000 rupiah ke sekolah buat belanja. Ceritanya dalam pelajaran IPS, ia berada dalam materi jual beli dan juga tentang mata uang. Oleh gurunya, nanti kelas yang lain akan di setting sebagai penjual (anak-anak bebas membawa barang untuk diperdagangkan) sementara kelas anak saya akan berperan sebagai pembeli. Di hari berikutnya, peran akan dibalik. Kelasnya Raka akan gantian menjadi penjual.
Tiba-tiba saya kepikiran. Berarti ketika saya mbawa anak-anak ke pasar itu, nggak cuma "ngrepoti" acara berbelanja saja, tapi ada manfaatnya juga sama anak. Di pasar tradisional, menurut saya anak-anak secara tak sadar akan melihat proses transaksi yang lebih hidup. Ada barang di depan mata, proses tawar-menawar, transfer uang langsung dari konsumen ke pedagang. Menyesal juga ketika pas ke pasarnya hari Minggu, sementara Raka libur saya lebih enteng belanja bawa Alya saja dan saya hanya bilang "kamu di rumah sama Ayah ya Ka....."
Semuanya butuh proses panjang, tapi memulainya saat mereka kecil, sepertinya itu lebih baik.
Iya lis. setuju. ada nuansa lain saat ke pasar. paling tidak anak bisa melihat asal-muasal kentang di dapur. dengan tahu kalau di pasar ada berkilo-kilo kentang tentunya ada pelajaran yang mereka dapat.
BalasHapusBener mbak. Biar nggak ngertinya langsung mateng aja ya mbak..Asal-usul nasi di rice cooker aja anak-anak mungkin mesti di jelasin yo..klo awalnya itu dari beras...
Hapusanakku juga suka Mba, diajak ke pasar, becek2 juga gakpapa
BalasHapusHi..hi iya. Akan banyak warna dan banyak benda di pasar..jadi mereka pada suka. Makasih mbak, sudah mampir.. :-)
HapusSaya mempunyai jadwal rutin tiap Sabtu jam sembilan atau sepuluh berangkat ke pasar tradisonal untuk kulakan kerupuk mentah :)
BalasHapusKerupuk pak? Iya, karena di pasar tradisional pastinya pilihan banyak, harga juga jauh lbh murah dibanding yang sudah di kemas kecil-kecil di toko
Hapuskarena di daerah saya masih banyak banget pasar tradisional, maka setiap ke pasar sering banget saya ajak anak saya untuk pergi bersama :)
BalasHapusdan anak saya selalu senang kalo saya ajak ke pasar, hihihi :D
Iya mbak. Anak-anak rata-rata seneng. Apalagi kalo dapet bonus aneka jajanan...
HapusAnakku juga seneng banget kalo diajak ke pasar tradisional, dia suka nanya - nanya tentang nama sayuran dan buah :)
BalasHapusYup! Sekalian belajar sesuatu dengan lebih riil ya mbak. Klo biasanya sebatas gambar...saat di pasar mereka bisa melihat langsung aneka sayuran, buah, dan banyak hal...
HapusSaya jg kadang bawa anak kl ke pasar lucu juga lihat ekspresinya kl lihat ikan
BalasHapusHi..hi..
HapusSaya hanya sesekali mengajak Vani ke pasar tradisional mbak Sulis karena dia nggak begitu suka. Apalagi kalau melewati pedagang ikan yang baunya amis. Dia lebih suka ke supermarket hehe. Mungkin terlambat ya ngajaknya, harusnya sejak dulu :)
BalasHapusKios daging sama ikan, aku juga nggak suka mbak sejak kecil. Amis. Dulu sering pengen muntah saat lewat kios2 tersebut..
HapusSama mb sulis, aku lebih prefer ke pasar becek, ketimbsng ke tukang sayur yang ngiter ke komplek, doalnya jauh lebih muahal
BalasHapusKarena buat manager rumah tangga seperti kita "kemiringan" harga lebih utama.... Iyo ra Nit..?
HapusDulu pas kecil sesekali aku suka nemenn mama belanja.. sebenernya aku sndiri suka dgn pasar tradisional mbak, asalkan ga masuk ke los ikan ;p.. cuma 1 tmpat itu aja yg aku jijik setengah mati -__-.. kalo tmpat jual2 sayur, rempah yg kering2lah, aku suka.. apalagi kalo tempat yg mnjual rempah, duuuh wanginya itu enak bgt :D
BalasHapusIya, karena los ikan baunya amissss... Maunya terima mateng aja.. Hi..hi. Makasih mbak fanny dah mampir..
HapusPasar sekarang bersih-bersih ya, senangnya anak skrg masuk pasar. Pilihan jajanan juga lebih beragam kl di pasar. TFS mak..
BalasHapuswah jadi inspirasi pembelajaran untuk anak-anak. Belajar menyenangkan mengenalkan berbagai hal sejak dini
BalasHapusSekali lagi suka baca postinganmu mbak :) betul kok, aku juga lebih suka ke pasar tradisional apalagi rumah Purwodadi depan pasar induk,jadi bolak balik ke pasar saja kerjaannya :D
BalasHapusSekali lagi suka baca postinganmu mbak :) betul kok, aku juga lebih suka ke pasar tradisional apalagi rumah Purwodadi depan pasar induk,jadi bolak balik ke pasar saja kerjaannya :D
BalasHapusPasar tradisional memang lebih merakyat dan bersahabat, ya, Mbak. Saya, anak-anak, dan istri biasa ke sana.
BalasHapuswah suka baca Bobo juga waktu kecil ya mbak? sama dong :)
BalasHapusaku dulu waktu kecil juga sering diajak ibu ke pasar. banyak manfaatnya sih menurutku. selain anak jadi punya pengalaman melihat langsung aktifitas pasar, juga senang karena biasanya dibelikan jajanan atau mainan. selain itu juga terbiasa dengan suasana ramai, sesekali terpisah dari ibu karena terlalu asik melihat sesuatu, lalu mencoba mencarinya di antara kerumunan penjual dan pembeli. karena sudah terbiasa dengan situasi itu jadi nggak panik. karena sering diajak, saya juga jadi hafal jalan pulang, padahal pasarnya lumayan jauh di kampung tetangga.
Saya sering ngajak anak ke pasar. Tapi pas hamil ini jadi repot, apalagi pas pasar full, kasihan dia, bisa sampai kehilangan arah. :(
BalasHapusinfonya bagus mbak !
BalasHapuswah, anakku aku ajak ke pasar tuh menolak...dia gak tahan bau ikan dan daging
BalasHapusKetika anak-anak masih kecil sering saya bawa ke pasar tradisional. Sambil gendong anak saya belanja. Tapi ketika sudah mulai agak besar, mereka menolak. Karena suasana yang ramai dan tingkat kebersihan pasar yang kurang.
BalasHapus