Untuk keutuhan cerita, mohon mampir di Bagian pertama
"Mbak minta maaf ke aku? Apa kita pernah ketemu sebelum di toko buku itu? Maaf mbak...aku orangnya pelupa? kataku memperjelas."
"Belum mbak. Tapi apa mbak Ratih ingat -- 9tahun yang lalu -- waktu itu mbak belum menikah, dengan telepon-telepon tak bersuara, sms-sms yang tak bertuan, yang sering menanyakan sejauh mana hubungan mbak Ratih dengan Rayhan Darmawan? Maaf mbak, dulu itu saya yang melakukannya. Karena saya cemburu pada mbak...padahal kita kenalpun tidak yaa..." Kata Ratih sambil tersenyum.
"Tunggu- tunggu......."
Seketika ingatan Ratih kembali ke masa itu..saat usianya diawal 20an.
Ray, cinta pertama Ratih. Cowok teman sekampus, pernah memintanya untuk menjadi istrinya, namun Ray jugalah yang akhirnya meninggalkan Ratih, dengan alasan yang tak jelas. Hanya satu yang Ratih ingat, Ray berubah sikap setelah tanpa sengaja mereka berpapasan di jalan dengan Indri, anak fakutas ekonomi yang kemudian bekerja pada sebuah bank swasta ternama. Setelah di desak Ratih, barulah Ray mengaku, indri adalah mantan pacar Ray saat SMA. Mereka putus karena indri selingkuh didepan mata Ray. Melihat Ray jalan dengan Ratih, Indri sempat minta balik. Di depan Ratih, Ray berjanji tak akan kembali dengan Indri. Tapi entahlah...setelah peristiwa itu, semuanya menjadi aneh. Hambar.
Perpisahan Ray dengan Ratih memang tanpa gejolak. "Seandainya kita berjodoh, pasti suatu saat kita akan bertemu lagi", kalimat itulah yang Ratih ingat. Setelahnya, hanya keheningan diantara mereka. Tanpa komunikasi, tanpa pertemuan. Bertahun- tahun.
Namun kemudian Ratih ingat... Sms-sms dari nomor asing itu. Telepon-telepon dengan ID caller yang disembunyikan, dan selalu tak mau bersuara saat Ratih angkat. Puncaknya, telp dari Ray yang mengabarkan ia hendak menikah dengan seorang gadis bernama Eci. Pertemuan Ratih dan Heru, dan keputusan Ratih untuk menerima lamaran Heru. Meski berat, kala itu ia berjuang untuk melupakan sosok Ray. Dan kini seorang perempuan di depannya mengingatkan pada laki-laki yang hampir bisa ia lupakan dengan sempurna.
"Oh..jadi....mbak Desi istri Mas Ray...? Apa kabar mbak..? Oh....kalian di sini juga rupanya. Ada kalanya Jogja terasa sempit yaa.....".
Benar kata orang. Waktu memang penyembuh luka dan pen-stabil rasa yang paling mujarab. Sekarang ia bisa menyebutkan nama laki-laki itu dengan enteng. Dulunya...menyebut nama Ray saja dada Ratih turut bergetar.
"Iya mbak. Saya nyonya Rayhan Darmawan. Tapi dulu... Saat ini tidak lagi. Posisi kita sama mbak, masa lalu dari seorang laki-laki...."
"Mas Ray sudah meninggal? Innalillahi wa inna illaihi rojiun.." Otakku merespon cepat.
"Bukan mbak. Ray masih hidup, tapi kami sudah berpisah, sekitar 2 tahun lalu".
Desi orang yang sangat terbuka menurutku. Tanpa aku minta, ia bercerita tentang hari-harinya. Operasi pengangkatan kista, penantian panjang mereka untuk segera mendapatkan momongan, dan juga sikap-sikap Ray yang berubah dan juga ujung dari relasi mereka; perceraian.
Meski samar, ada kegetiran yang masih Desi simpan. Kasian Desi... Adakalanya laki-laki memang menjadi makhluk yang teramat egois.
"Mbak....betapa aku menyayangi Ray...tapi ah..sudahlah mbak. Yang penting, aku sudah cerita sama Mbak Ratih. Boleh mulai hari ini kita temenan Mbak..?"
Dengan segera aku mengangguk. Menyetujui permintaannya. Aneh. Dengan maksud apa ya Tuhan mempertemukan kami? Mengirim perempuan yang ternyata dekat dengan sebuah cerita di masa laluku. Sampai Ratih pamit pulang, teka-teki itu belum bisa aku jawab.
***
Di luar hujan terus turun. Dingin, tapi sungguh waktu yang strategis untuk meringkuk di bawah selimut tebal. Suami dan dua anakku tampak tertidur pulas.
Yup, giliranku berselancar di dunia maya! Ku sentuh sebuah logo di layar hp, kumasukkan 4 digit sandi, ku ketik sebuah nama di bagian pencarian. Yess, ketemu! Hanung aktif di facebook. Sudah lama sekali aku tak mengobrol dengan dia. Hanung, teman akrab Ray semasa kuliah. Ada sesuatu yang membuatku penasaran, dan sepertinya tak salah kalau aku menanyakan padanya.
Cepat kupencet keyboard, kuhubungi ia lewat messenger.
Jadi...ini maksud Tuhan mempertemukan aku dan Desi? Benar! Meski tak dipersatukan dengan cinta pertamaku, Ray, harusnya aku justru bersyukur. Aku selamat dari laki-laki buaya macam Ray. Terimakasih Ya Rabb, sekarang aku percaya bahwa memang tak ada kebetulan, semuanya telah Kau gariskan.
**END**
hihihi, saya juga bersyukur..dia bukan jodohku :)
BalasHapusAda pertemuan ada juga perpisahan,
BalasHapussetuju Mbak, tidak ada kebetulan di dunia ini :)
BalasHapusJodoh itu.... misteri
BalasHapusoh gitu akhir ceritanya lis? alhamdulillaah Ratih sudah ikhlas menerima takdir ya.
BalasHapusMengharukan, tapi pantas disyukuri.
BalasHapusFiksinya diterbitin jadi buku, pasti keren, Mbak... :)
Salam hangat dr bantul
Kalau saya selalu ingin dijodohkan dengan dia, ahi hi hi.
BalasHapusAhh jadi Ray itu playboy ya mbak Sulis, syukur deh kalau ngga jadi sama Ratih :)
BalasHapus