Saat Si Sulung Menjajal Profesi Baru, Jadi Penjual Jajanan di Sekolah

11 komentar
Siang tadi sulung saya, Raka dan teman-teman beneran jadi "penjual cilik." di kelasnya. Sementara, yang berperan sebagai pembeli adalah siswa kelas 1 sampai 5, termasuk para guru. Teknisnya adalah, anak-anak di kelasnya Raka diwajibkan membawa barang berupa makanan, minuman, alat tulis, atau apapun, kecuali mainan. Maksimal 4 macam barang, dengan modal maks 50.000 rupiah. Oleh wali kelas, anak-anak dibekali juga form isian yang berisi nama barang, harga beli, harga jual, laba, jadi sekalian mereka belajar IPS (materi uang dan jual beli) sekaligus matematika.

Beberapa hari yang lalu, sebenarnya Raka minta disiapin spagheti, nanti akan dijual kembali pas event ini. Jelas saya nolak!! ( bukan kenapa-napa, lha wong ibunya sekedar spesialis mie instant dan lidah juga selera mie ayam...kok  disuruh masak aneh-aneh). Lalu eksekusi termudah dan akhirnya bocil saya sepakat adalah, bawa es lilin dari jus jambu dan susu. Menu standard anak-anak, mbuatnya juga mudah. Sebagai tambah-tambah, Raka mbawa juga jajanan 1 pack richeese, susu bantal, dan juga jajanan biskuit.

Anaknya sibuk, ternyata para ibu-ibu juga ikut-ikut berheboh ria. Grup WA beranggotakan ortu/wali kelas yang biasanya sepi, tumben-tumbenan ramai. Para ibu-ibu muda ini pada saling nanya, jualan apa anak-anak mereka hari ini. Kalau saya amati, yang keliatan bener-bener all-out, adalah ibu-ibu dengan anak cewek. Kalau yang anak-anaknya cowok, kayaknya pada milih jadi silent reader alias diem di pojokan aja kayak saya :-) 

Mau tahu pasarnya anak-anak kayak apa? Gambar-gambar ini, adalah dokumen wali kelasnya Raka; Pak Adhit.
anak-anak jualan
warung kami sudah siap 😀

lariss

"Eh..tadi gimana Ka, jualannya? Laku?" Tanya saya saat menjemputnya di sekolah.

"Es nya masih 2 tadi,  tapi trus tak minum sendiri. Richeese ma susu habis. Biskuitnya cuma laku satu." 

"Yo uwis..nanti biskuitnya dipangan dhewe ae.

Lha uang hasil jualannya?" 

"Ini" (sambil menunjukkan uang receh, 2 lembar uang 5 ribuan, sama uang dua ribuan 2 lembar) *padahal klo itung-itungan modal, harusnya terkumpul sekitar 25 ribuan.

"Lhah...lainnya..?"

"Tak pake beli sticker Karomen di warung depan sekolah"

Oalah...bocah..bocah..! Sudah di dalam nggak boleh jualan mainan, tetep aja mainan jadi prioritas.
Sulis
Hai, saya Sulis! Seorang ibu dari raka-alya, pernah menjadi jurnalis di sebuah tv lokal di Jogja, bisa dihubungi di raka.adhi(at) gmail.com, sulistiyowatitri98(at) yahoo.co.id, atau t.sulistiyowati80(at)gmail.com

Related Posts

11 komentar

  1. hihi...jual rugi ya. biasalah. bocah masih lugu. itu berarti aman lis. kalo dah mudeng malah bahaya. hahaha...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jualnya sih sesuai instruksi mbak..tapi duit jualannya...dipake mbeli mainan! Padahal sudah diinstruksikan, nggak boleh jual-beli mainan, tapi mbelinya di luar..

      Hapus
  2. anak-anak belum berpikir tentang untung rugi yah Mba, yang penting happy :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak.. Yang penting kejual. Ada temennya yang mbawa donat yang harusnya dijual 1500 malah diobral jadi donat seribuan... Biar cepet habis! Makasih mbak, sudah mampir

      Hapus
  3. Hahaha masih bagus ada sisa uang mbak Sulis daripada dibelikan stiker semua :)

    Yang penting Raka senang karena jualannya laku ya mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Tapi setelah itu uang yang tersisa trus tak sita..lha daripada bablas jadi stiker lagi... Hi..hi

      Makasih ya mbak, sudah mampir

      Hapus
  4. Ahhahah sifate persis aku banget, klo nda abis mending takminum sendiri wakaka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyo, daripada mubazir... Mending dimaem sendiri... Nuwun nit, dah mampir

      Hapus
  5. bagus juga market day. semoga kelak juga berwirausaha

    BalasHapus
  6. hahaha mirip adik saya banget. dulu jaman masih sd dia sering jual kertas binder tapi duitnya nggak pernah ngumpul karna di utang sama temen2nya...:D

    BalasHapus
  7. Hahaha... Cerita tentang bocah selalu lucu dan asyik untuk diceritakan ya mbak

    BalasHapus

Posting Komentar