Pic dari www.unsplash.com |
Sebelas tahun bersama, sepertinya cukup untuk mengerti sifat masing-masing dari kami. Seperti sepasang sandal kanan dan kiri, selayaknya kami harus saling melengkapi. Suami saya sangat pendiam, kurang romantis, tapi paling tidak, ia laki-laki yang bertanggungjawab terhadap keluarga. Sebuah cerita mengharukan, masih saya ingat betul...meskipun kejadiannya sudah lebih dari 3 tahun silam.
Semuanya berawal ketika sulung saya demam. Waktu itu ia masih berusia 5,5 tahunan. Sudah dua kali ke dokter umum terdekat, dan tidak juga membaik, akhirnya suami melarikan Raka ke sebuah rumah sakit swasta di Jogja. Saya, di rumah bersama Alya yang waktu itu masih bayi 2 bulan. Tidak ada saudara yang bisa kami titipi bayi, karena kakak-kakak dan orang tua berbeda kabupaten. Tangis saya pecah ketika via telp suami mengabari, sulung saya harus opname.
"Sudah, raka biar aku yang urus. Kamu fokus ke Alya. Nggak mungkin juga Alya diajak nginep di rumah sakit. Takutnya malah semuanya sakit." Kata suami, meyakinkan saya.
Alhamdulillah, atasannya mengerti situasi kami yang tengah memiliki bayi (tidak mungkin bergantian nunggu), sehingga suami bisa mengambil cuti mendadak. Jadilah suami saya single fighter; menunggui Raka di kamar perawatan, tanpa berani meninggalkan si sulung. Takut kalau tiba-tiba suhu tubuhnya naik.
"Lha..kmu makannya gimana mas?"
"Jadi satu sama Raka, nunggu dia selesai...nanti aku makan sisanya."
"Nggak pesen via telepon gitu..suruh anter?"
"Nggak kepikiran waktu itu"
Deg. Hati saya trenyuh mendengar cerita suami. Biasanya, ia tak pernah mau menyentuh makanan yang sudah berstatus sisa, meskipun itu sisa anaknya sekalipun. Tapi kali itu ia punya alasan darurat, daripada ia ikut sakit gara-gara perut sama sekali tak berisi makanan, ia pun tak lagi jijik menelan makanan sisa.
Itu sebenarnya belum seberapa. Saya tahu betapa suami saya bersikap seolah-olah tenang, di tengah kekalutan saat 3 jenis tes medis menyatakan Raka baik-baik saja, sementara kenyataannya suhu tubuhnya semakin tinggi. Saat itu juga, pertama kalinya saya mendengar suami terisak via telepon, saat saya bertanya sambil menangis, "Anak kita sakit apa mas?"
Cerita lengkap demamnya Raka kala itu, pernah saya tulis dipostingan terdahulu.
Baca:
****
Terlepas dari segala kekurangannya, saya sadar suami hanyalah manusia biasa, sama seperti saya, yang sangat jauh dari kata sempurna. Namun saat ini, saya bersyukur, untuk semua yang saya miliki, untuk semua yang ada di sisi.
Ternyata suami kita melebihi apa yang kita kira ya mbak....
BalasHapusKalau kita mau melihat hal yang baik dari pasangan kita, akan ada banyak hal luar biasa yang dilakukan oleh suami kita. Membuat kita makin bersyukur dan merasa beruntung berjodoh dengannya. Iya, kan, mbak? :)
BalasHapushal tak terduga menyingkap sisi misteriusnya ya lis. *apa sih*
BalasHapusTrenyuh membacanya mbak
BalasHapusMungkin hampir semua suami begitu ya mbak Sulis, tampaknya cuek dan acuh tapi baru ketahuan aslinya kalau ada peristiwa sedang terjadi dalam keluarga, kadang kita sampai terheran-heran, hehe
BalasHapuskebanyakan pria memang bawaannya cuek dan acuh yah Mba, suamiku dan suami beberapa juga seperti itu, tapi dibalik sifat cueknya tersembunyi perhatian yang luar biasa :)
BalasHapusLelaki itu memberi perhatian dengan caranya yg kdg wanita ga ngerti ya
BalasHapusIni mah namanya suami siaga. Beruntung banget Mb Sulis bsa dapet suami yang sayang anak dan istri. Tanggap, apalagi pas anak sakit...
BalasHapusSo sweetlah :D