Yuk, Mari Kita Menjadi Penonton TV yang Cerdas

21 komentar


Pernah ada suatu hari dimana sulung saya mengajukan syarat yang begitu mudah untuk prosesi sunatannya.

"Bu..aku mau sunat, tapi nanti aku sambil makan permen sunduk (lolipop) yoo.."

Pernah juga ia dan kawan-kawannya tampak sibuk, meminta sabut kelapa ke tetangga, menghiasnya di halaman belakang, lalu menjadikan sabut itu kapal, untuk kemudian asyik mereka mainkan di kolam.

Hingga beberapa hari kemudian saya baru nyadar... oalah, ternyata anak-anak ini dapat inspirasi dari sebuah tayangan film animasi anak produksi negara jiran, yang saban hari diputar di salah satu stasiun tv swasta nasional.

Di lain waktu, sepulang ngantor pak suami membawa cerita,
"Anake koncoku tibo...tangane retak... menek uwit..bar kui sengaja terjun...ditakoni, niru nggon tv jare "

Sedih, tapi konyol kan?!

Sebenarnya, ada benang merah yang bisa kita ambil dari tingkah polah anak-anak yang saya ceritakan di atas. Yes, bener banget, betapa Televisi memiliki pengaruh signifikan bagi prilaku anak dalam kehidupan sehari-hari.

***

Kotak ajaib. Saya pernah memberikan predikat itu ke sebuah benda, yang hampir dimiliki semua rumah tangga. Televisi.

Ajaib, karena ia mirip dengan kantongnya Doraemon, serba ada, apapun punya. Pas jenuh, bosan televisi siap sedia dengan aneka tayangan yang sifatnya menghibur. Saat butuh update berita teraktual, televisi pun bisa berikan berita teranyar, live dari lokasi kejadian. Bahkan saat si kinestetik terlalu aktif bergerak,dan sering susah makan,  ia bisa tiba-tiba anteng, menyimak serius sebuah program tayangan televisi. Sampai nggak sadar, satu porsi makan siangpun habis tanpa begitu banyak perjuangan.
*Emak mana coba yang nggak senang 😉

Sebagai masyarakat umum, tentu saya menyambut baik tumbuh dan berkembang pesatnya dunia pertelevisian di Indonesia. Bagi saya, dihadapkan dengan sedemikian banyak channel itu lebih menyenangkan daripada hanya satu channel, itu pun miliknya pemerintah. Dan kemudian saya ingat pengalaman menyebalkan waktu masih SD, saat tv hitam putih di rumah cuma punya satu channel TVRI, ketika saya tengah berdebar-debar menanti film kesayangan..e lha kok mesti keselipan acara laporan khusus sampai malam, sampai akhirnya ketiduran.

Sebagai seorang ibu, saya pun merasa terbantu dengan beberapa tayangan televisi. Faktanya, saya butuh mereka. Bukan sekali dua kali saya memanfaatkan tayangan televisi untuk membantu tugas momong anak. Tanpa adanya tayangan TV..bisa jadi saya yang punya balita nggak bakalan punya me time, walaupun itu cuma sekedar untuk mandi, tanpa dibuntuti anak.


Tayangan Televisi, Harapan dan Realitas

Saya gemar nonton tv. Sama seperti kebanyakan, saya pun menyematkan harapan indah terhadap content-content yang ditayangkan stasiun televisi. Alangkah senangnya kalau habis nonton tv lantas kita mengalami banyak kemajuan, misal ilmu agama kita nambah, wawasan makin luas, atau bahkan mendapatkan inspirasi dari sebuah tayangan televisi.

Demikian juga untuk anak-anak. Maunya saya, televisi nggak cuma sebatas pengganti ketidakberadaan teman, pembunuh rasa bosan, atau sekedar hiburan. Idealnya, dari tayangan televisi anak-anak mendapatkan ilmu-ilmu baru, atau belajar tentang nilai serta norma. Tapi faktanya? Tak jarang, dari tayangan televisi anak-anak justru mengadopsi beragam adegan kekerasan, belajar sesuatu yang tak masuk akal, atau paling menakutkan adalah ketika para bocah mampu mere-play adegan-adegan atau dialog yang belum semestinya mereka lihat, atau mereka dengar.

Di sisi  lain, kita pun mesti paham bahwa perusahaan media yang bertanggung jawab atas berbagai tayangan tadi bukanlah organisasi nirlaba. Ada target keuntungan yang juga mereka perjuangan. Ada kepentingan pemilik modal dan pemasang iklan di sana, hingga kadang rating mampu mengalahkan segalanya. Prime time barengan dengan jam belajar masyarakat, itu pilihan  yang harus kita maklumi dan kita siasati.

Menjadi Penonton Cerdas

Remote ada ditangan penonton. Itu artinya, sebenarnya kendali sepenuhnya di tangan kita. Demikian pula saat melibatkan anak-anak dalam manikmati tayangan televisi, cara yang paling mudah adalah gunakan panduan secara benar. Cermati mana content yang yang untuk anak-anak, bisa dinikmati segala umur, perlu bimbingan orang tua, atau tayangan yang memang ditujukan untuk dewasa.

Senada dengan pendapat mba Anis Khoir dalam tulisan yang bertajuk 'Anak, Televisi dan Sarana Edukasi' pada intinya langkah untuk memfilter diri sendiri dan juga anggota keluarga dalam menikmati tayangan televisi itu penting sekali.

Menghadapi tayangan yang mungkin kita anggap tidak sesuai dengan nilai atau norma, sebelum gegabah menulis protes di media sosial, daripada berhadapan dengan UU ITE, manfaatkan dulu jalur pertama, layangkan aduan ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Sebagi penonton, yuk mari kita menjadi penonton tv yang cerdas.


Sulis
Hai, saya Sulis! Seorang ibu dari raka-alya, pernah menjadi jurnalis di sebuah tv lokal di Jogja, bisa dihubungi di raka.adhi(at) gmail.com, sulistiyowatitri98(at) yahoo.co.id, atau t.sulistiyowati80(at)gmail.com

Related Posts

21 komentar

  1. Saya termasuk yang gak pernah melarang anak-anak menonton tv asalkan tau waktu. Dan tentunya sambil didampingi terutama saat mereka maish anak-anak

    BalasHapus
  2. kalau saya di rumah aslinya jarang nonton televisi sih. cuma kalau di rumah ibu yang jagain anak saya biasanya disetelin video lagu anak soalnya anaknya juga masih kecil-kecil. belum tahu nih ke depannya gimana saya memfilter tontonan buat anak saya

    BalasHapus
  3. Saya termasuk yang langka nonton TV, sepekan paling cuma dua jam, tapi memang televisi ada manfaatnya walau juga tidak sedkit ada hal negatif didalamnya, benar kata bunda tinggal kita yg pintar-pintar utk menyeleksi dan mencerna informasinya

    BalasHapus
  4. setuju. penonton harus cerdas memilih tontonan. dan memang tv masih merupakan sarana hiburan termurah ya.

    BalasHapus
  5. Meskipun anak saya sudah besar tapi tetap saja untuk urusan TV ini harus tetap diawasi mbak Sulis. Sering saya ingatkan, ini tayangan tentang apa, bermanfaat tidak? Mending nonton yang TV itu deh, lebih bermanfaat buat pengetahuan umum, bla bla bla..

    Tapi ya gitulah mbak, kadang manut kadang dicuekin. Paling tidak saya berusaha memperhatikan dan mengingatkan :)

    BalasHapus
  6. anak saya penggemar berat upin ipin Mba, gak di tv gak di youtube yang ditontonnya upin ipin trus walau kadang ia sudah hafal seluruh adegannya tapi tetap aja ditonton :)

    BalasHapus
  7. betul! remot ada di tangan penonton... Saya sekarang lebih memilih pakai tv berlangganan daripada pakai antena mbak, dengan alasan acara tipi indonesia banyak ga masuk akal T.T

    BalasHapus
  8. Yes, jangan sampai penonton yang diatur oleh acara televisi
    Pandai memilih tayangan cerdas memanfaatkan waktu menonton

    BalasHapus
  9. Iya bun. Sayangnya lbh bnyak pnonton yg ga cerdas dan kurang bijak memanfaatkan dg baik saluran TV, ya. Akhirnya anak yg mndapatkan dampak nrgatif dari TV. Oh ya, bun. Template blognya ganti ya ��

    BalasHapus
  10. Di rumah saya sudah mulai tak menonton tv karena tergantikan media internet. jadi kalo mau cari info tinggal klik tak perlu nonton tv

    BalasHapus
  11. Betul mbak. Saya sendiri suka ngebatasin anak nonton TV. Lbh sering saya kasi kesibukan lain. Gadget pun saya takkasi, kecuali waktu2 tertentu. Soalnya TV,, gadget suka bikin anak kecanduan gtu....

    BalasHapus
  12. saya suka nonton TV. iya kita sendiri sih yang milih apakah serial tv layak untuk ditonton atau tidak. kalau dirasa kurang pass, tiggal diganti chanelnya.

    BalasHapus
  13. Sekarang memang harus lebih filter tayangin televisi nih, konten bermanfaat di TV sudah tidak sebaik jaman dulu. Dulu di TV masih selalu mengutamakan kebermanfaatannya bagi penonton, lha kalo sekarang?

    Stasiun Tv hanya fokus pada rating, sehingga tayangan yg tak mendidik pun selalu dipertahankan oleh mereka... ini bikin sedih, gmn nasib anak2 generasi muda nantinya klo nonton acara yang aneh2 itu :(

    BalasHapus
  14. Saya tau tuh mbak film di TV yang ngebuat sabut kelapa dijadikan kapal, karena saya juga suka nonton film itu, bahkan sampai sekarang hahaha -_-

    Anak-anak zaman now nggak pernah tau gimana anak 90-an bangun dan udah siap di depan TV setiap jam 6 pagi pada hari Minggu :D

    BalasHapus
  15. buat anak2 udah bisa batesin nonton tv. tapi buat eyangnya mah susah, jadi bebas aja tv nyala 24 jam daripada ngambek hihihi

    BalasHapus
  16. sekarang banyak sekali tayangan televisi yang tidak memiliki muatan positif di dalamnya. saya aja kadang bingung mau nonton apa. acara lawak tapi kadang lawakannya nggak lucu. hedeh. memang sebagai penonton kita harus cerdas dalam menyikapi sebuah acara televisi.

    BalasHapus
  17. Latahnya pertelevisian ki pesti bicarain rating, padahal mbuh bene ato ga acara yg konon katanya ratinge tinggi apa bener ditonton atau cuma dipanjer tok

    BalasHapus
  18. Mungkin, karena anak-anak sudah besar, sudah jarang nonton televisi, hampir nggak pernah malahan :)
    Tapi ya itu dilemanya, main hape.Kalau nggak dibatasi, bisa bablas main hapenya :(

    BalasHapus
  19. Di satu sisi televisi bisa kayak kantong doraemon yang berguna, di sisi lain bisa kayak kotak pandora yang berbahaya. Ujungnya memang kita yang harus pintar2 memfilter tayangan televisi, terutama dari anak2. Nice share mbak.

    BalasHapus
  20. Aku masih trauma gara2 anakku niru adegan di sinetron yang bagian peran antagonis. :'D Jadi kuawasi full dan sebisanya menonton tayangan yang lebih bagus.

    BalasHapus
  21. Kebanyakan nonton cartoon juga anak bokin malas sekolah. Dibatasi nontonnya.

    BalasHapus

Posting Komentar