"Dik, ada berita duka. Rafli meninggal" Kata kakak saya diujung telepon, beberapa tahun lalu. Rafli, anak tetangga di kampung halaman. Sontak saya kaget. Beberapa hari sebelumnya saya ketemu, dan Rafli sehat-sehat saja. Malah lagi lucu-lucunya, karena baru fase belajar berjalan.
"Innalillahi..., Kenapa mba?"
"Diare. Tapi mungkin telat mbawa ke rumah sakit"
Malangnya Rafli. Betapa sedih orang tuanya. Anak pertama, sedang lucu-lucunya, harus berpulang.
Diare. Bisa jadi, gangguan kesehatan ini mirip influenza, dalam artian hampir semuanya pernah kena. Meskipun terlihat sepele, tapi ternyata diare termasuk gangguan kesehatan yang mematikan.
Gejala yang paling mudah dideteksi adalah saat feses menjadi lembek atau bahkan cair, dengan frekuensi buang air besar yang makin sering (minimal 3 kali sehari). Adakalanya keluhan bersifat tunggal, namun kerap juga dibarengi dengan gejala lainnya, misalnya demam.
Ada beberapa faktor yang bisa memicu diare, misalnya alergi terhadap bahan makanan, cabai atau produk susu misalnya. Namun, pada umumnya, diare terjadi akibat konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri, virus, atau parasit.
Pengalaman dengan Diare
Kapan persisnya terakhir saya terkena diare, saya lupa. Tapi memang belum terlalu lama, sekitar 1 bulan yang lalu. Syukurnya, saya tahu penyebabnya, hanya karena over dosis sambal. Solusinya, seperti biasa, saya akan memaksimalkan dahulu apa yang ada di dapur, memanfaatkan apa yang tumbuh di pekarangan; membuat teh pahit yang kental dan memetik jambu biji di belakang rumah.
Alhamdulillah, tanpa obat atau tanpa mesti berobat ke dokter sembuh.
Untuk orang dewasa, penanganan diare cenderung lebih mudah. Rata-rata penderita sudah bisa "mengukur" seberapa parah ketidaknyaman ataupun gangguan yang disebabkan oleh diare, untuk kemudian memutuskan tindakan lanjutan atau apa yang mesti dilakukan kemudian.
Jauh berbeda dengan bayi dan anak-anak. Untuk usia bayi dan balita biasanya efeknya ke kondisi bayi/balita yang rewel, gampang menangis, lesu, lemah, dan yang paling menakutkan adalah dehidrasi. Di kondisi inilah, orang tua yang memegang peran kunci.
Pertengahan Februari kemarin, putri saya Alya juga terkena diare. Gejala awal yang terdeteksi adalah suhu tubuhnya yang meningkat, di kisaran 38-39 derajat celcius. Dugaan awal saya, Alya masuk angin atau kecapekan.
Seperti biasa, langkah pertama adalah memanfaatkan bumbu dapur. Saya baluri seluruh tubuhnya dengan parutan bawang merah plus minyak kayu putih sembari memberinya obat turun panas jenis parasetamol.
Rupanya masalah belum usai. Dalam kondisi demam, beberapa kali Alya minta diantar ke toilet, untuk buang air besar. Saya perhatikan, fesesnya cair. Dalam semalam, lebih dari 5 kali ia buang air besar. Pada tahap ini, saya masih mengira ia diare karena demam.
"Kalau demamnya teratasi, pasti eeknya akan normal lagi" begitu pikir saya.
Ternyata saya salah. Dua kali pemberian parasetamol secara oral, hasilnya belun begitu kelihatan. Kalau reaksi obat habis, Alya akan kembali demam. Sebentar-sebentar ia juga minta diantar ke WC, buang air besar yang 90% kandungannya adalah air.
Sedih, karena semenjak badannya demam selera makan dan minumnya menurun drastis.
Melihat tidurnya yang gelisah, saya yakin, perut Alya sakit. Sayangnya di kotak obat saya lagi nggak punya obat diare. Mau ke warung, nyari Entrostop anak juga toko terdekat sudah tutup. Untuk urusan obat, saya memang agak rewel, harus yang aman.
Salah satu obat diare anak dengan bahan kandungan alami. Gampang dicari. Jauh lebih praktis daripada mesti ngunyah daun jambu, parut kunyit, dll |
Lagi-lagi saya ke dapur, saya ambil kunyit, saya parut, dan saya usapkan parutan kunyit ke perut Alya. Agak kotor memang, tapi kunyit memiliki efek yang "mendinginkan" perut yang tengah bermasalah.
Drama panas-diare belum berakhir. Dini hari Alya muntah. Panas-diare-muntah, sementara asupan makanan masuk sangat sedikit. Ini bukan hal yang sepele. Kalau saya dan pak suami tidak bertindak cepat, kami takut Alya dehidrasi.
Paginya, kami bawa Alya ke poli anak sebuah rumah sakit swasta di Jogja. Untuk penanganan, saya pasrahkan sepenuhnya ke dr Ristantio --dokter spesialis anak yang saya suka karena selalu hati-hati saat memberikan obat-obatan untuk pasien, baik itu jenisnya maupun dosis.
Melihat perut Alya yang berwarna kekuningan, spontan dokter komentar,"Ibu kayak ibu saya dulu...kalau saya diare, perutnya juga dioles kunyit."
Melihat perut Alya yang berwarna kekuningan, spontan dokter komentar,"Ibu kayak ibu saya dulu...kalau saya diare, perutnya juga dioles kunyit."
Syukurlah, karena kondisi Alya masih baik, penanganan diare oleh dokter cukup dengan rawat jalan. Setelah mendengar cerita saya dan juga melakukan pemeriksaan langsung, dokter mendiagnosa kalau diare Alya karena bakteri. Bisa jadi karena ia makan atau minum sesuatu yang kurang bersih.
"Rawat jalan dulu..kalau 3 hari tidak membaik, kontrol lagi yaa.." begitu pesan dokter.
Ada beberapa obat yang mesti kami tebus di apotek, untungnya saya sempat mendokumenkan.
"Rawat jalan dulu..kalau 3 hari tidak membaik, kontrol lagi yaa.." begitu pesan dokter.
Ada beberapa obat yang mesti kami tebus di apotek, untungnya saya sempat mendokumenkan.
Karena Selalu Ada Hikmah di Balik Peristiwa
Sebenarnya kami masih beruntung, diare yang dialami Alya belum masuk kategori akut. Dengan mengkonsumsi obat dari dokter sekitar 2 hari, fesesnya kembali normal dan kondisinya kembali seperti biasa.
Empat hal yang saya lakukan saat ada anggota kekuarga yang terkena diare |
Pelajaran yang bisa saya petik adalah, selalu mengambil langkah SIAGA dan SIGAP itu penting dalam hal penanganan diare. Siaga dengan selalu menyediakan bahan-bahan yang bisa digunakan sebagai pertolongan pertama saat ada anggota keluarga yang terkena diare. Sigap membawanya ke fasilitas layanan kesehatan terdekat, apabila langkah-langkah yang sudah kita ambil tidak kunjung menampakkan hasil yang signifikan.
Faktor penting yang tak boleh dilalaikan adalah menjauhi hal-hal yang bisa memicu timbulnya diare. Makanya, jangan heran kalau belakangan saya jadi cerewet ke anak-anak. "Cuci tangan dulu sebelum makan. Nggak boleh jajan sembarangan. Pengalaman diare sebiasa mungkin nggak usah diulang. "
Saya bersyukur karena sakitnya Alya masih bisa tertangani. Saat anak-anak diare, saya teringat Rafli. Semoga setelah ini nggak ada Rafli-Rafli lain, bocah yang harus tumbang karena diare. Terjadinya kematian yang diakibatkan diare, mau tak mau membuka mata kita untuk selalu mengambil langkah sigap atasi diare dengan tepat dan benar.
Saya beberapa bulan lalu juga sempat kena diare karena telat makan. Asli lemes banget karena sepagian bolak balik wc yang keluar air semua
BalasHapusKalau lagi diare emang rasanya lemes banget kayak mau pingsan. Saya nggak kebayang gimana kalau anak yang diare, saya yang dewasa aja udah nggak berdaya rasanya. Penting banget memang mba mengetahui gejala diare jadi cepat tanggap untuk kasih oralit atau bawa ke RS.
BalasHapusanak saya pernah kurus banget sampai kayak tinggal tulang gara-gara diare. Makanya, saya jadi makin berhati-hati sama penyakit ini
BalasHapusWah saya baru tahu tradisi anak perut sakit dikasih kunyit perutnya, Mbak. Bukan diminumin ya?
BalasHapusSebenarnya lebih efektif diminum mba, dicampur madu..cuma waktu itu pas anaknya belum lama tak minumi parasetamol, belum 4 jam...jadi aku ga berani campur
HapusIya banget mba. Diare meski kelihatan penyakit umum, kampungan dll, ternyata bisa membahayakan banget kalau terlambat penanganannya. Jadi kepikir mau nanam tanaman obat di sekitar rumah buat antisipasi kasus2 speeri diare, flu, luka ini
BalasHapusMbak disini juga ada bayi yang meninggal karena diare, kebetulan ibunya perawat dan diasuh neneknya. Orang luar yg ga tau masalahnya malah membully,Anak perawat kok meninggal. Asli Bikin gemes deh :(
BalasHapusSaya juga termasuk tim oles2 obat tradisional mbak. Yang sering pakai bawang merah, minyak, jeruk nipis untuk menurunkan panas. :)
Kalo resep diare dari Emak saya, 1 bonggol kunyit kuning sama 1 bonggol kunyit putih kemudian di bakar dan cuci bersih. Setelah itu di parut atau di blender juga bisa. Seduh dengan air hangat. Kalo ndak kuat aroma kunyitnya, bisa tambahkan madu. Saya sering minum saat diare, dan keseringan sembuh. Ini cara darurat karena biasanya terjadi di tengah malam dan gak ada warung buka. Semoga bermanfaat
BalasHapusPernah diare sampai opname gara2 anakku dulu yang kena diare. Waktu itu aku langsung minum daun jambu yang dijus diambil airnya. Nggak mempan, minum obat diare. Sementara anakku sudah masuk RS, baru besoknya aku yang nyusul. Benar2 ibu dan anak sekamar.
BalasHapusAku jg takut kalo anak2 mulai diare. Apalagi sampe muntah ga berkesudahan. Si kaka pernah ngalamin. Tengah malam pula. Aku lbh milih lgs bawa ke dokter dan diputuskan opnam. Gpp deh , soalnya aku yakin para dokter lbh tau apa yg hrs dilakuin dlm kondisi gitu. Ga kebayang kalo dehidrasi aja soalnya. Diliat sepele, tp kalo anak mengalami dehidrasi, ga nyangka aja kan bisa meninggal :(
BalasHapusDiare pada anak memang langsung bikin kurus seketika. Apalagi di bayi. Naudzubillahi min dzaalik.
BalasHapusSemoga alya tetap sehat ya.