Mau flashback bentar ke puluhan tahun silam, boleh ya!
Saya ingat bener, pertama kenal internet itu sudah berstatus mahasiswi, awal-awal tahun 2000. Pada sebuah warnet di kawasan Gejayan (sekarang Jl. Affandi Yogyakarta), seorang teman --namanya Ani -- untuk pertamakalinya mengajari saya bagaimana membuat e-mail, menggunakan chatroom di mIRC, dan juga cara berselancar di dunia maya.
Saat berstatus karyawan swasta pun, internet masih saya gunakan sebatas browsing dan chatting. Pokoknya, ngalamin waktu Yahoo Messanger masih jaya, dan sering banget (waktu itu) datang mruput ke kantor atau pulang agak maleman cuma biar bisa puas YM-an. Ha..ha!
Jejaring sosial yang pertama saya punya friendster. Dulu tak pake ngapain ya? Kayaknya cuma buat upload foto, tapi endingnya terbengkelai, lupa pasword, bahkan sampai akhirnya friendsterpun bubar jalan.
Pertama kali membuat blog di tahun 2007. Itu juga awalnya kepengen dengan seorang teman yang punya blog di multiply. Kayaknya seru aja bisa nulis yang sifatnya online. Bisa dibaca kapan saja, dimana saja.
Mbayanginnya bahkan kalau saya sudah tua, bahkan mati pun tulisan itu tetap ada. Trus bisa pajang foto-foto bayi, yang bahkan tetap bisa dilihat saat anak-anak sudah besar. Dulu sesederhana itu tujuan blog ini ada. Blog teman di Multiply ilang karena multiply bangkrut sementara blog saya masih bertahan, meski kadang lumutan. Ya iya, blog yang teman-teman baca ini.
Untuk mengakses internet, saat itu saya hanya punya dua pilihan; menggunakan jaringan internet kantor atau ke warnet.
Waktu berjalan, dan kemajuan teknologi serasa berlari. Internet yang awalnya masih menjadi milik golongan tertentu, kini sudah menjadi milik semua. Nggak peduli strata, nggak ngeliat usia. Yang penting ada smartphone plus kuota data, beres.
Internet dan Media Sosial; Bagai Dua Sisi Mata Pisau
Sebuah pisau, akan bermanfaat kalau saya gunakan itu untuk motong sayur, atau ngiris buah. Tapi akan beda cerita kalau saya gunakan untuk melakukan kekerasan, menakut-nakuti orang..
Sama juga seperti internet. Banyak positif, negatifnya juga ada. Efek positifnya? Tentu saja banyak banget. Banyak hal yang awalnya sulit, akhirnya terpecahkan.
Sebagai ibu-ibu aja, saya sering banget minta bantuan ke internet. Misal pas Raka bingung materi matematika, sementara saya lemot klo itung-itungan, ya udah minta tolong ke youtube. Cari gimana cara praktis nyelesain soal yang diawal kelihatan rumit, dan tersedia banyak di sana.
Kemaren-kemaren, pas belajar stir mobil pun juga, ikut kursus plus liat tutorial youtube, dan itu membantu banget!
Jangan dikira anak-anak itu pertanyaannya selalu polos dan seorang ibu mesti ngerti jawabannya. Pernah Raka makan timun, dan tiba-tiba nanya... "Kenapa adakalanya timun terasa pahit?" Ato terakhir kemaren Alya yang keheranan, klo cicak bertelur...kenapa kita tidak pernah melihat telurnya? Untuk pertanyaan-pertanyaan seperti itu, googling solusinya.
Media sosialpun seperti itu. Akan berguna sekali kalau ditempatkan di fungsi sebenarnya yakni sebagai sarana komunikasi, sumber informasi, peluang usaha dan juga media membangun relasi.
Beruntung sekali kan sekarang ada WA, facebook, twitter, Instagram dan media-media sosial lain yang seakan bisa mempertemukan orang-orang yang lama terpisahkan. Nggak sedikit malah yang ketemu jodoh gara-gara jejaring sosial😁
Media-media sosial tadi juga sering dipakai oleh para on-liner untuk berjualan dan mencari nafkah dengan memberdayakan media sosial. Kalau itu, artinya termasuk masyarakat yang bisa memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.
Tapi paling nggak suka kalau ketemu orang yang menggunakan media sosial untuk memperkeruh situasi. Mbikin-bikin berita yang bahasanya meyakinkan, tapi isinya zonk doang.
Mirip kasus telur palsu kemaren. Atau broadcast message yang isinya klo makan mie, nggak boleh sama minum coklat, karena nanti jadinya racun.. lah, indomie+milo, pa kabar jadinya? Untungnya hoaks jugakan.
Media Sosial itu Mengasyikkan, dan Bijak Bermedsos itu Keren.
Ngaku kan kalau smartphone-media sosial-kuota itu sekarang level kebutuhannya sudah masuk kategori kebutuhan primer? Berasa mati gaya atau hidup di gua kalau sampai bepergian tanpa smartphone di tangan, atau tiba-tiba di daerah yang nge-blank nggak ada sinyal.
Artinya, kita memang tengah berada di era milenial. Faktanya saat ini pengguna internet terus bertambah. Terungkap dalam sebuah diskusi publik bareng kemenkominfo tempo hari, jumlah pengguna internet di indonesia, terdiri dari 143,26 juta jiwa atau 54,6 persen dari semua populasi, dengan penambahan sekitar 11 juta setiap tahun. Dan salah satu penggunaan internet di tengah masyarakat adalah mengakses jejaring sosial.
Diskusi Publik Bijak Bersosial Media yang digelar KemenKominfo, 25 Oktober 2018 di Yogyakarta |
Gambaran mudah saja lah. Hari gini, siapa sih yang nggak punya akun facebook atau nomor ponselnya belum tersinkron dengan aplikasi WhatsApp, dan gabung ke banyak komunitas melalui grup facebook atau grup WhatsApp.
Baca juga : Untuk betah di Grup WA, Modal Cuek itu Penting
Cuma masalahnya, sekarang itu berasa pada pengen cepet-cepetan mendapat julukan pewarta. Saya kadang ngamati, grup-grup WA yang isinya banyakan orang tua (grup keluarga besar, grup ibu-ibu di kampung) malah sering jadi jalur penyebaran berita bohong yang paling cepat.
Ya..karena itu tadi, kecepatan jari lebih cepat daripada kecepatan otak untuk menelaah sebuah informasi. Biasanya tanpa konfirmasi, tanpa cek dan ricek langsung share!
Biasanya yang paling sering adalah pesan-pesan sosial, info kesehatan tapi tanpa sumber yang jelas, termasuk pesan-pesan berbau agama yang endingnya justru semacam intimidasi.
Sekarang memang kita berada di era informasi. Tapi nggak bener juga klo informasi yang mengendalikan manusia. Kitalah yang harus memegang dan mengendalikan derasnya laju informasi.
Kata kuncinya, adalah BIJAK bermedia sosial. Point pentingnya adalah cek-dan ricek berita yang masuk. Konfirmasi dan klarifikasi terlebih dahulu kalau perlu. Apabila pesan memang tidak benar dan tidak pasti apalagi tidak bermanfaat nggak perlu disebarkan. Di baca, trus delete aja😀 Saring sebelum sharing, dan thinking before posting. Sepakat kan?!
Setiap ada berita di media sosial, saya juga selalu memastikannya terlebih dahulu. Ya tau sendiri kan sekarang banyak sekali berita hoax :D
BalasHapusMedia sosial lebih baik cari hiburan, kalau berita-berita yang kontroversial langsung saya lompati.
HapusKalau pun mau dishare baiknya pastikan dulu sih ya. Jadi gak asal share, terlebih sama website-webiste yang masih terasa asing namaya.
HapusGejayan sudah ganti nama ternyata. dulu saya sering main di daerah sana. Yahoomesenger, jadi ingat juga saya. Dulu media chat mungkin hanya YM yang jadi idola. Untuk blog mulyplay atay yang lebih terkenalnya dengan nama MP, sayang sekali kini sudah tiada.
BalasHapusMedia sosial, harus hati-hati dan jangan semua diikuti beritanya, otak tidak akan sampai lah. Bisa-bisa nanti jadi mudah sensi karena terlalu banyak berita yang bersliweran.
Aku bikin blog gara-gara banyak tulisanku yang dimuat di media cetak. Dulu masih sempat merasakan era surat- menyurat yang rasanya lama banget. Sekarang, pengen nulis apa, tinggal masuk ke blog dan publish.
BalasHapusPostingan yang sangat cerdas mba, saya juga mulai resah dengan beberapa medsos yang sekarang jadi ajang adu mulut, yang sering digunakan oleh beberapa oknum tidak bertanggung jawab untuk menebar kebencian, bener-bener miris.
BalasHapusSepakat mb.. Tulisan yang bermanfaat. Saring sebelum sharing. Benarpun kalau ga manfaat sebaiknya ga usah dishare.. Apalagi yang hoax..
BalasHapusWah, saya dulu juga pengguna multiply, buat jualan kalau saya dulu.. Hihi...
Blog adalah rekam jejak kita, jadi dimasa akan datang akan menjadi sesuatu yang berguna buat anak dan keluarga Mbak.
BalasHapusNanti kalau anak mbak sudah dewasa, maka tulisan mbak akan menjadi sesuatu yang penting buat mereka.
Sampe saat ini aku juga ura mudeng mb lis why timun ujunge pait wkkk
BalasHapusTp apes yen nelusuri jawaban google sing bikin artikele ngawur utawa tetep ga nemu jawabane wkkkkk
Iya heran saya semakin kesini makin banyak saja berita berita hoax yang senantiasa berseliweran. Lebih herannya lagi, yang jadi penyebar seringkali orang-orang tua / dewasa. Bebrapa anak muda malah kadang bisa lebih bijak dalam menghadapi konten internet.
BalasHapusNice post kak
saya kalo ada berita-berita yang berpotensi menimbulkan kegaduhan, biasanya langsung tak hapus, Mba. Soalnya sekarang banyak banget berita yang kelihatannya valid, ternyata hoax :(
BalasHapusInternet merupakan media yang sangat berguna namun juga bisa berbahaya. sebisa mungkin kita harus membatasi anak dari media internet biar gak kebablasan
BalasHapussama mbak.... aku juga dulu mikir kalo punya blog itu, tulisan kita abadi, bisa dibaca sampe anak cucu, dan cerita kita akan tetap hidup.... #jejakbiru
BalasHapus