"Gimana tadi, seneng?" Tanya saya ke Alya saat menjemputnya sambil mencuci tangan di kran, depan gedung sekolah.
"Iya. Ibu, tadi aku di beri buku harian sama bu Anisa. Di suruh nulis di situ. Tiap hari disuruh nulis. Besok kalau pas masuk lagi dibaca di depan kelas"
Meskipun udara siang terasa sangat panas, tapi saya lihat wajah bocah saya ceria. Sambil ikut mencuci tangan, ia terus bercerita tentang kegiatannya di sekolah.
Menulis Kegiatan di Catatan Harian
Tadi, sekolah Alya mengadakan uji coba tatap muka. Setelah setahun lebih belajar di rumah sembari menunggu pandemi reda, akhirnya Alya ke sekolah lagi. Ketemu teman-teman, ber sua dengan Pak Guru dan Bu Guru lagi.
Masih uji coba tentu saja, dengan frekuensi 1x masuk dalam satu minggu dan dengan waktu yang jauh lebih singkat.
Sesampai di rumah, coba saya cek tas Alya. Dan memang benar, ada sebuah buku baru yang sebelumnya tidak ia bawa. Tampilannya sederhana, dan katanya memang dibuat anak-anak sendiri di sekolah. Buku terbuat dari kertas hvs yang kemudian dilipat jadi dua, lantas diberi sampul dengan kartas hvs warna.
Buku inilah yang nantinya akan difungsikan layaknyan sebuah diary. Anak-anak akan menuliskan pengalaman dan kegiatan mereka saat di rumah maupun di sekolah. Menjadi berasa beda dan lebih excited, karena buku hariannya adalah buatan anak-anak sendiri. Dan mereka akan berbagi cerita dengan teman-teman sekelas, saat mereka masuk sekolah nanti.
Sampai di rumah, sampul buku harian made in sendiri dihias digambari kepala kucing😀 |
Bisa jadi, anak-anak generasi Corona ini kehilangan banyak moment berharga di sekolah bareng teman-temannya. Nggak lagi punya cerita outing seperti jaman kakaknya dulu. Tapi ya gimana lagi, namanya juga kondisi lagi pandemi. Alhamdulillah belakangan angka penularannya melandai.
Balik ke pengalaman masuk sekolah di era pandemi, dan cara wali kelas Alya meminta anak-anak untuk membuat dan berbagi cerita. Merangsang kemampuan literasi anak melalui buku harian ini saya anggap menarik. Sebuah metode yang bagus untuk mengembalikan minat anak-anak untuk menulis/melatih motorik halus mereka yang selama di rumah, bisa jadi kurang terasah.
Selama penerapan pembelajaran online, otomatis Alya (dan juga pelajar lainnya) sangat berkurang frekuensi menulisnya. Tugas-tugas kebanyakan dikirim ke dalam bentuk google form.
Ada sih, tugas mengerjakan soal yang harus di tulis untuk kemudian dikumpulkan dalam bentuk foto. Tapi itu tidak banyak. Akibatnya, kalau di anak saya, ia jadi kayak males untuk nulis.
Kalau ada tugas yang harus nulis agak panjang...biasanya ngeluh. Maklum juga sih, kemampuan dan kebiasaan menulis Alya baru saja dimulai di kelas 1, eh terus ada wabah Covid dan kudu online.
Makanya saat Bu Wali Kelasnya nemu metode ini untuk mengembalikan minat membaca dan menulis anak-anak, tentu saya mengacungkan 2 jari jempol sekaligus. Semoga misinya berhasil.
Sangat berharap juga uji coba pembelajaran tatap muka lancar dan anak-anak bisa kembali belajar di sekolah lagi. Aamiin.
Artikel terkait: Tahun Ajaran Baru, Cek Keperluan Sekolah Anak
murid lesku juga seneng banget soalnya ketemu temen
BalasHapusaku pun juga karena beban mengajar jadi berkurang dari pada pas belajar di rumah
cuma pas tak tanya ternyata bentar banget yah
tapi lumayan lah daripada engga sama sekali
kasian klo di rumah terus
Ini idenya keren banget bisa diterapkan di masa pandemi, jadi yang baru masuk sekolah gak hanya terpaku pada hp.
BalasHapusAlhamdulillah ya, udah bisa masuk. Ide yg bagus itu nulis diary. Tp kl anak laki mau ga ya, soalnya anakku...jan...males kl tugas nulis gitu.
BalasHapus