Sejak kecil, saya terbiasa dengan kucing. Selalu ada makhluk berbulu itu di rumah, turun temurun dari generasi ke generasi.
Kucing kampung di era 90an adalah kucing-kucing yang sederhana; generasi yang sudah bahagia dan baik-baik saja meski makanan mereka hanya nasi dengan lauk ikan asin. Selebihnya mereka akan berburu mangsanya sendiri, entah di sawah ataupun atap rumah😊
Hingga kemudian saya menikah dan pindah rumah. Sayangnya, saya tidak diijinkan untuk memelihara kucing dengan alasan takut terkena toksoplasma, nanti ndak susah punya anak, dan alasan kesehatan lainnya.
Jadilah bertahun-tahun hanya bisa menyukai binatang ini dari jauh😭
Time flies. Raka dan Alya semakin besar dan mandiri. Sering merasa sepi saat ditinggal anak-anak sekolah, hingga kemudian saya meng-adopt mamak sweety dari guru kelasnya Alya. Dari generasi Mamak Sweety ini kemudian datang dan pergi kucing-kucing baru. Kadang cuma sekedar mampir sebentar, ada yang dikasih makan terus keterusan sampai sekarang. Pernah saya tulis juga kok cerita tentang para kucing ini
Suka & Dilemanya Memelihara Kucing
Lebih banyak di rumah dan porsi terbesar adalah berinteraksi dengan benda-benda mati itu konsekuensinya sering ngerasa sepi. Dan keberadaan hewan peliharaan sebagai teman sangat saya rasakan di sini.
Ada hewan peliharaan, ayam di kebun belakang dan ikan di kolam depan. Tapi feel nya tetap beda, dan kucing tetap yang istimewa. Mungkin terlihat aneh untuk orang-orang kebanyakan, tapi sesuatu yang wajar untuk pecinta kucing; bahwa kucing bisa menjadi semacam teman mengobrol.
Iya, bener kalau kucing itu seperti paham kalau saya ajak bercerita. Satu hal lagi, cerita ke kucing itu akan lebih aman, nggak bakalan menyebar dan viral karena kucing paling pinter kalau suruh nyimpen rahasia😂
Bener kok, memelihara anabul di rumah itu hiburan banget. Ya, ini berlaku untuk catlover doang sih sepertinya. Kalau yang pada dasarnya nggak suka, ya nggak nggak ngaruh juga. Tapi untuk penyayang kucing, melihat posisi tidur atau polahnya yang absurd saja sudah bisa bikin tertawa.
Baca juga : Kebiasaan yang Bisa Jadi Aneh, tapi Ini Wajar untuk Cat Lover
Di satu sisi, punya kucing itu bisa jadi semacam punya teman akrab. Ya, ketika makin berumur lingkar pertemanan kita semakin mengecil, itu bermanfaat sekali. Anggep saja teman dari belahan dunia lain, wong kita nggak mudeng bahasanya, cuma bisa menebak kemauannya.
Disisi lain, ia juga sering mendatangkan dilema. Paling sering pas ada perlu dan mesti ninggalin rumah untuk beberapa lama. Permasalahannya adalah, si kucing sama siapa?
Ada penitipan. Iya memang. Sayangnya, dari segi biaya, itu tidak murah. Itupun pasti akan tetap kepikiran, apakah anabul baik-baik saja selama tinggal di penitipan.
Makanya, mengerti banget ketika kemarin di media sosial ada yang posting mudik lebarannya milih sistem shift dengan anggota keluarga yang lain, demi bisa menemani kucing yang ada di rumah. Banyak juga anabul-anabul yang diajak turut serta bermudik ria. Bahkan karena ketiadaan pet cargo, ada pula catlover yang membonceng kucing mereka dengan dimasukkan galon air mineral yang sudah direkayasa sedemikian bentuknya, hingga relatif aman.
Tapi intinya, saya salut dengan orang-orang yang bertanggung jawab seperti mereka ini. Kalau berani memelihara, berarti ya harus mau menanggung segala konsekuensinya dan tidak menelantarkannya begitu saja.
Btw, apakah kegembiraan dan kegalauan selama memelihara kucing ini juga kerap teman-teman rasakan juga?
Memelihara kucing itu ada manis-manisnya, bisa jadi bahan curhat, dijaili, dan teman yang baik seolah mengerti perasaan majikannya. Tapi, ada konsekuensinya juga kalau memelihara hewan yang satu ini hemm, kadang bikin rumah berantakan. Terima kasih sharing-nya!
BalasHapuskucing itu pinter mbak emang kayak ngerti klo kita ngomong beda sama yg lain
BalasHapusmungkin anjing si yg bis akayak gitu tapi klo muslim kan ga mungkin ya piara anjing
kucing juga lebih simpel makanannya dibandingkan hewan lain
tapi klo pas ninggalin yg susah
mau dibawa ya bingung juga