Berhemat

Posting Komentar

Adakah yang senasib? Beberapa bulan terakhir ini saya kok ngerasa laju keluarnya uang itu cepet banget. Ibaratnya pagi itu lembaran masih berwarna merah, eh belum sore sudah berwarna biru. Kalau dari lembaran seratus ribu ke limapuluh ribu sih mending, tapi ini bukan. Birunya, biru 2000 rupiah versi uang baru…  


Siapa yang pernah kena prank warna biru uang baru ini? Nyelip di dompet, dikira 50 ribuan...ternyata 2 ribuπŸ˜€πŸ˜€

Perasaan, uang sekarang itu lebih gesit larinya alias cepet habis..ha..ha. Terima gaji  awal bulan, tanggal 20an –ibarat traffictlight –udah nyala orange,  nyaris banget merah.  Kadang jadi insecure sendiri, ini saya nggak becus jadi menteri keuangan keluarga atau gimana sih? 

Ya gimana lagi…hampir semua harga kebutuhan naik. Yang tampak jelas sih beras ya, tapi di pasaran kan sebenarnya hampir semua harga mengalami kenaikan, meskipun angkanya memang bervariasi. 

Saya sempat cek pas belanja bulanan tempo hari, ternyata harga-harga barang pabrikan macam sabun, shampoo, jajanan bocah, dll itu hampir semuanya naik. Secara nominal nggak banyak sih, tapi kan kalau levelnya kebutuhan untuk se keluarga  itemnya beragam.  

Tuh kan, ketemu penyebabnya. Iya,  belakangan inflasi di negara kita ini lumayan naik. Imbas perang di palestina sana sama musim kemarau panjang katanya.  Akibatnya, ya gitu deh. 

Solusi paling solutif sebenarnya menambah kran pemasukan keluarga. Tapi prakteknya kan nggak semudah itu.. Tiap-tiap keluarga juga saya yakin punya prioritas masing-masing. 

Untuk keluarga sendiri  gimana?  Nggak harus muluk-muluk sih. Tidak harus berlebih asal budget pendidikan anak tercover dan tidak membuat hutang. 

Bagaimana dengan Frugal Living?

Frugal living itu sama dengan pelit? Eh..ternyata enggak kok. Jadi dalam definisi yang sebenarnya, frugal living itu gaya hidup yang mempertimbangkan keputusan pemanfaatan uang dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penganut konsep ini dituntut untuk cermat dalam membelanjakan dana, sehingga uang yang ada bisa benar-benar dimanfaatkan. 

Menurut saya, nggak ada yang salah dengan konsep awalnya. Mirip dengan konsep hemat dan sederhana di masyarakat kita kan ya. Tapi mungkin kemarin yang di media sosial itu nerapin gaya hidup frugal livingnya ekstrem banget, jadi jatuhnya malah kayak pelit. 

Untuk lebih nyamannya memang ambil jalur tengah. Nggak ngirit-ngirit banget, tapi bukan lantas jor-jor an juga. Yang pasti, sebelum mengeluarkan dana dipertimbangkan dulu, keinginan, kebutuhan, atau karena tuntutan sosial. 

Hemat Pangkal Cukup

Kalau bisa ke level hemat pangkal kaya, sih bersyukur banget.  Tapi bisa ke strata cukup juga nggak ada yang salah, apalagi di situasi seperti sekarang.  Paling enak level pas malahan. Pas butuh ini, ada..pas harus ganti ini, tersedia 😊😊

Tak hanya saya doang, pada kondisi saat ini,  sepertinya banyak  emak-emak menteri keuangan rumah tangga yang harus mulai berakrab ria dengan konsep hemat. 

Saya yang pernah rajin nyatat pengeluran keluarga pada sebuah aplikasi, terus bosan, sekarang install aplikasi lagi. Entri data pengeluaran setiap hari, biar larinya uang terlacak dengan baik. Harapannya, pos-pos mana yang bisa dirampingkan atau sekiranya terlalu “bocor” bisa dibenahi. 

Demi berhemat pula, sekarang lagi menjaga diri  untuk tidak sering-sering  main di placemarket. Takut tergoda..ha..ha.  Belanja Pun juga lebih sering menerapkan azas fungsional. Nggak lagi fanatik sama merk produk tertentu. Selama fungsinya sama, ada selisih harga, pasti nyari yang lebih murah. 

Itu tadi cara-cara berhemat yang lagi saya terapkan belakangan. Kalau versi kamu, seperti apa? Share di kolom komentar yuk!

Sulis
Hai, saya Sulis! Seorang ibu dari raka-alya, pernah menjadi jurnalis di sebuah tv lokal di Jogja, bisa dihubungi di raka.adhi(at) gmail.com, sulistiyowatitri98(at) yahoo.co.id, atau t.sulistiyowati80(at)gmail.com

Related Posts

Posting Komentar